Pagi itu
kulihat dia terjaga dari tidurnya. Aku tak bisa melaksanakan shalat dikarenakan
kedatangan tamu bulanan. Tentu tahu bagaimana istimewanya seorang wanita. Aku
melihatnya masuk kedalam kamar mandi yang ada dikamar. Kulihat dia selesai
mandi subuh itu. Kulihat dia mulai mengenakan baju kaos dan celana jeans yang
biasa dia kenakan. Aku tak tahu dia ingin kemana, tapi yang pasti dia akan
pergi. Dia mulai mengembangkan sajadah lalu melaksanakan shalat subuh. Dalam
hatiku, kuberkata, “Ya Allah telah kulihat calon suamiku melaksanakan perintah-Mu. Tapi
aku belum sempat melihat dia membuka lembaran-lembaran firman-Mu. Aku juga
belum bisa mendengar suaranya melantunkan ayat-ayat indah itu. Kapankah akan
kudengar itu ya Allah ?”
Ya, aku tahu
dia hanya calon suamiku dan hanya aku yang menyebutnya calon suami. Itupun jika
nanti kedua orangtuaku merestui hubungan kami, jika tidak aku akan berusaha
bagaimana caranya agar mereka merestui hubungan kami. Dari caranya
menyayangiku, dia adalah sosok imam yang baik untukku. Dari caranya bertanggung
jawab atas keluarganya adalah bukti bahwa nanti dia akan bertanggung jawab
terhadap keluarga kecilnya. Kulihat bagaimana dia berjuang untuk keluarganya,
dan itu bukti untuk yang kesekian kalinya bahwa dia adalah orang yang bertanggung
jawab.
Akankah
suaranya yang kudengar ketika melantunkan ayat-ayat indah-Mu ya Allah ? Akankah
dia yang menjadi teman tidurku nanti ketika dia memang ditakdirkan untukku ?
Akankah dia yang akan menyanyikan shalawat untuk membawaku terlelap dalam tidur
? Dan akankah dia yang akan membangunkanku untuk melaksanakan shalat tahajjud ?
Harapan demi
harapan yang aku titipkan. Aku ingin dia menjadi imamku, menjadi laki-laki
terakhir dalam pencarian cintaku. Dan dia tempat pelabuhan terakhirku. Aku
ingin dia yang mengumandangkan adzan ditelinga putraku nanti. Aku ingin dia
yang mengumandangkan iqamah ditelinga putriku. Aku ingin dia yang akan
kurapikan pakaiannya sebelum dia melangkahkan kaki keluar untuk mencari nafkah.
Akankah
suaranya yang akan didengar putra-putriku ketika kami bersama-sama membaca
ayat-ayat indah-Mu ? Akankah dia yang membenarkan bacaan kami yang salah ?
Pertanyaan-pertanyaan itu hanya mampu menjadi pertanyaan dalam hati dan
pikiranku, tanpa aku tahu kapan aku terjawab. Namun tiap sujud dan tahajjudku,
aku hanya meminta agar dialah yang menjadi imamku.
Dan aku
hanya berdo’a, agar ayahku diberi kesehatan untuk menjadi wali dalam pernikahan
putri sematawayangnya ini. Ya Allah, akankah pertanyaan-pertanyaan itu terjawab
dan sesuai inginku ?
Untukmu
calon suamiku, calon imamku, calon ayah dari putra putriku. Jika memang kau
ditakdirkan untukku, maukah kau terima bagaimana kekuranganku ? Maukah kau
ajarkan aku untuk menjadi istri yang baik dan menjadi ibu yang baik untuk
anak-anak kita nanti ? Maukah kau mengeluarkan suaramu agar kami bisa mendengar
suara merdu ketika kau membaca ayat-ayat Allah itu ?
Untuk calon
suamiku, akankah kudengar suaramu nanti ketika engkau melantunkan ayat-ayat
yang indah itu ? Semoga saja aku bisa mendengarnya J
Sayang, aku
mencintaimu karena Allah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar